Migrasi Lagi

blog ini sudah dimigrasikan ke alamat baru
http://anbhar.net

Anbhar's Blog

↑ Grab this Headline Animator

Monday, May 28, 2007

Pemusiran – Nipah Panjang, Kampung Halamanku

Desa Pemusiran terletak di pinggiran sungai dan berada di muara sungai Pemusiran. Sebagian besar penduduknya (± 95%, kayaknya lebih deh :D) adalah orang bugis. Seingat sy, di desa Pemusiran yang dulu (sekarang kan dah digabung dengan desa Teluk Kijing Luar), penduduk non bugis ± 10 KK (sebagian besar guru). Dan bahasa sehari² yang digunakan adalah bahasa bugis bahkan oleh orang non bugis pun menggunakan bahasa ini sebagai bahasa sehari² (udah kayak bahasa nasionalnya).

Desa Pemusiran ini dibagi menjadi beberapa wilayah yang ditandai dengan parit (sungai kecil/anak sungai) dan diberi nama sesuai parit tersebut. Dan di daerah yang berawalan parit inilah sawah² penduduk Pemusiran (yang mayoritas memang petani) berada.

Parit 3
Pusat desa Pemusiran adalah sekitar muara parit 3 yang berada tidak jauh dari pelabuhan (bong). Parit ini pula yang memisahkan antara RT 2 dan 3 yang ditandai dengan jembatan. Sementara pelabuhan (bong) memisahkan antara RT 1 dan RT 2. Di sekitar jembatan ini pula banyak terparkir pompong (perahu bermesin/ketinting) milik nelayan. Yah, selain bertani, masyarakat ada juga yang merangkap sebagai nelayan dan pedagang. Parit 3 hanya ramai di bagian muara karna memang aktifitas dan tempat tinggal masyarakat lebih banyak di pinggiran sungai. Sementara parit ini hanya berfungsi sebagai jalur transportasi untuk menuju ke persawahan atau kebun yang jauh dari sungai. Semakin jauh masuk parit semakin sepi.

Oh, yahh… jalanan di Desa Pemusiran sebagian besar adalah terbuat dari papan yang memanjang dari selatan ke utara di pinggiran sungai mulai dari RT 03 sampai dengan jembatan yang ada di ujung desa dekat muara sungai Pemusiran. Papan ini konon udah berumur belasan mungkin 20 an tahun. Sewaktu sy meninggalkan desa Pemusiran tahun 1999, papan² tersebut masih bagus dan kuat. Hanya sebagian yang rusak di RT 02. Kemungkinan sekarang udah diganti akibat kebakaran pertengahan 2005 lalu, terutama yang berada di RT 01 dan 02 yang hampir habis terbakar. Sementara di RT 03 sebagian besar masih bagus dan tidak menjadi korban kebakaran karna berada di seberang parit.

Selain jalanan dari papan, ada juga jalanan dari tanah, khususnya yang ada di belakang, sejajar dengan jalanan papan. Namun jalanan di belakang sepi karna kurangnya perumahan di bagian belakang. Jalan lain ada jalan darat yang sejajar dengan parit 3. Jalanan ini sebenarnya terusan dari pelabuhan (bong) yang mengarah ke barat. Jika menyusuri jalan ini ke arah barat, akan ditemukan mesjid Raya Nurul Huda, mesjid kebanggan Desa Pemusiran yang ada di bagian belakang. Juga ada bekas gedung MTs Swasta Nurul Huda yang berada tepat di samping belakang Mesjid yang sekarang menjadi Kantor Desa. Bekas gedung MTs? Yah… karena MTs tersebut tidak operasional lagi sejak hadirnya SLTP Negeri di desa itu.

Jauh menyusuri jalanan tanah yang apabila hujan menjadi becek itu, kita akan menemukan SD Negeri 27/v Pemusiran. Di sinilah untuk pertamakalinya saya merasakan bangku sekolah. Di sini gak ada playgroup maupun TK. :D. Di depan SD itu, dibalik pagar ada sungai kecil tepatnya anak parit, tempat mandiku ketika pulang sekolah dalam keadaan kotor. Jika melanjutkan kembali perjanan ke barat menyusuri jalanan tersebut, hampir tidak ada lagi rumah yang ditemukan. Yang ada hanya pohon kelapa, jambu, mangga dan sawah di kiri dan kanan jalanan. Kadang terkesan serem jika melewati pohon besar. Menurut kabar dari keluarga yang masih tinggal di sana, jalanan ini sebagian besar sudah rusak dan hampir tidak bisa dilewati lagi dengan sepeda apalagi honda (di sini semua motor disebut honda, gak peduli mereknya suzuki atau yamaha, atau honda). Padahal jalanan inilah yang menghubungkan desa Pemusiran dengan desa lainnya yang ada di barat.

Parit 4
Parit 4 berada di bagian selatan desa Pemusiran. Ditandai dengan banyaknya pabrik penggilingan Padi yang kesemuanya berada di pinggiran sungai Pemusiran dan 2 di antaranya berada tepat di muara parit 4. Pabrik ini oleh masyarakat sekitar lebih sering disebut gudang, mungkin karna juga dijadikan tempat menyimpan beras. Letak gudang² yang berada di pinggir sungai memudahkan untuk bongkar muat beras yang dibawa oleh petani dari sawah setelah sebelumnya menyusuri parit dan sungai Pemusiran dengan menggunakan perahu atau pompong.

Jalanan di daerah parit 4 ini adalah sebagian tanah dan sebagian papan di pinggiran sungai serta jalanan tanah di belakang. Karna berada di luar pusat desa, penduduknya pun sedikit. Sebagian besar penduduknya adalah petani, ada juga yang merangkap sebagai Nelayan, salah satunya sahabat karibku yang bernama Basriadi (sy biasa memanggnya ADI).

Di sekitar pinggiran parit 4 inilah sy melanjutkan pendidikan SMP saya, tepatnya SLTP Negeri 3 Nipah Panjang yang berada di belakang. Gedung yang sederhana dengan lantai dan dinding dari papan, sama seperti gedung sekolah ku waktu SD yang juga berada di parit 3. Gedung sekolah yang dikelilingi oleh sawah dan kebun. Saat yang paling asyik waktu sekolah di SMP ini adalah ketika tiba waktu gotong royong. Setiap minggu terutama hari Jum`at, siswa membawa parang panjang (kayak samurai) ke sekolah untuk memotong rumput dan semak². Bila capek, tinggal manjat pohon kelapa yang banyak berada di pinggir jalan dan meminum airnya. Tapi jika belum puas, sy biasa minta kelapa muda sama ADI yang memang memiliki kebun kelapa di belakang rumahnya, terutama jika sudah pulang sekolah. Kadang 3 buah kelapa muda saya habiskan sendiri.

Sama seperti parit 3, parit 4 juga digunakan sebagai jalur transportasi selain jalur darat untuk menuju ke sawah.

Parit 5
Parit yang dulunya ramai ini dikenal sebagai sarang buaya. Bahkan kata Ibu, salah satu saudara sy menjadi korban buaya di sungai sekitar parit tersebut ketika sy belum lahir dan wilayah Parit 5 masih ramai, tidak seperti sekarang ini.

“Waktu itu salah satu hari besar agama Islam (entah Maulid Nabi atau Isra Miraj). Sepulang dari pusat desa (parit 3), sambil mandi bersama teman²nya, naik perahu dan berenang mengejar balon di sungai, tiba²……...!!!
Kata guru ngajiku yang dulu sempat melihat kejadian, korban sempat diangkat sama buaya di permukaan sungai (seperti sengaja diperlihatkan) sebelum buaya itu menyelam dan tidak muncul lagi.
Sampai saat ini, warga masih meyakini klo daerah parit 5 merupakan sarang buaya dan mereka pun meyakini klo di muara parit 5 tersebut terdapat lubang/sarang buaya. Mungkin karna banyak buayanya, sekarang penduduk parit 5 semakin berkurang. Rumah² penduduk di sini berada di pinggir sungai sehingga masih bisa disaksikan jika melintas di atas sungai Pemusiran. Ketika masih tinggal di Pemusiran, sy kadang ngeri juga kalo melintas di atas muara parit 5, soalnya airnya selalu keruh dan muncul gelombang² seperti ada gerakan di bawah air.

Walaupun gak punya kebun dan sawah, parit 5 adalah tempat yang sering saya datangi karna di sini kebun dan sawah paman berada. Letaknya jauh dari muara parit, jadi rasanya aman dan gak perlu takut buaya jika berada di parit dekat kebunnya. Di parit 5 ini pula sy bersama sepupu sering memancing kepiting di parit dengan umpan ikan asin (ikan kering) yang diikat dengan tali nylon (tali rafia) dan sebuah tangguk.

Sama seperti parit yang lainnya, parit 5 juga digunakan untuk jalur transportasi. Sementara jalur transportasi darat berada di pinggiran parit 5 susah dilewati dengan sepeda. Jika ingin ke parit 5 menggunakan sepeda ke sebaiknya melalui parit 4. Nah dari parit 4 ini menyeberangi jembatan, tapi bukan jembatan yang dekat muara parit 4, tapi jembatan yang jauh dari muara, tepatnya setelah menyusuri pinggir parit 4 (timur ke barat) sampai menemukan jembatan (hanya ada 2 jembatan). Setelah menyeberangi jembatan, tinggal menyusuri jalanan yang menbujur dari utara ke selatan hingga mendapatkan jembatan yang melintas di atas parit 5. Begitu juga selanjutnya jika ingin ke parit 6 dan 7 tinggal menyusuri jalanan tersebut yang melintang dan menghubungkan parit 4, 5, 6 dan 7.

Parit 6 dan 7
Di parit ini penduduknya bisa dihitung dengan jari. Dan mereka tinggal jauh dari pinggiran sungai Pemusiran, sehingga tidak terlihat rumah di pinggiran sungai. Perumahan dijumpai di pinggiran parit sekitar jalan darat yang menghubungkan parit 4, 5, 6 dan 7. Parit 6 ini juga berujung di Sungai Pemusiran tepatnya di Desa Sungai Raya, sehingga kadang digunakan sebagai jalur cepat untuk menuju Desa Sungai Raya yang juga berada di pinggiran sungai Pemusiran. Sementara di Parit 7 terdapat sebuah Sekolah Dasar, entah sekarang gimana nasibnya.

Mungkin hanya sampai parit 7 yang masih wilayah Desa Pemusiran (yang saya ketahui ;)).

Yang pasti, sejak tahun 1999 tidak pernah lagi sy rasakan suasana seperti di sana. Tidak ada lagi mandi di sungai di sore hari, menikmati angin sore di pinggir sungai, memancing ikan dan udang, atau naik perahu menyusuri sungai di sore hari.